Catatan Tentang Jakarta (1)
14 Mei 2017 selalu saya ingat sebagai hari pertama tinggal sejenak di Jakarta. Ada kekhawatiran, ada rasa takut, dan berbagai macam perasaan lainnya. Beberapa pekan sebelumnya, lewat telepon, suara dari Bandung, "Ya Bapa sama Ibu mah mengizinkan. Kalau enggak mengizinkan sudah dilarang sejak awal." Baik, pilihan diambil, Jakarta!
Berat, sebagai seorang bungsu yang (katanya) cenderung lebih manja, meninggalkan rumah untuk minimal dua tahun menjadi hal yang cukup berat. Lah ya meski sempat tinggal di asrama selama dua tahun saat kuliah, tapi ya masih di Bandung, dan cukup sering pulang ke rumah. Tambah berat ketika mesti meninggalkan orang tua berdua di rumah, sepi lagi rumah.
Saya merasakan betul meski kedua orang tua selalu mendukung, tapi harapan keduanya selalu, "Kalau bisa, cari kerjaan di Bandung."
Susahnya wah, saat IPK tak sampai 3.00 dan tanpa pengalaman, sulit mencari kerjaan yang cocok di Bandung, uang berputar di Jakarta.
"Tapi berarti minimal dua tahun sampai Juli 2019 di Jakarta," balas saya lewat telepon yang kemudian dibalas izin dari keduanya.
Nggak kebayang memang, saya bukan seorang yang cukup -dalam bahasa Sunda- wanteran, plus beberapa hal tentang beres-beres dan bersih-bersih lainnya yang jadi minus.
"Ya Jakarta cocok buat nempa mental dan biar lebih mandiri." Hasil konsultasi kala itu masih samar diingat.
Lalu dua tahun lebih berlalu, ada berbagai perubahan yang terjadi, hal kemandirian, soalan keuangan, perjalanan sana-sini hingga akhirnya nyaman di Maiyahan Kenduri Cinta, tentang Teater, tentang Taman Ismail Marzuki, tentang museum dan tempat bersejarahnya, tentang acara ini-itu, tentang mayoritas berkegiatan sana-sini sendiri yang membuahkan rasa sedikit lebih berani, tentang bising ibukota, tentang kemacetan dan rambu lalu lintas yang tak diindahkan, tentang "segalanya tentang uang", tentang pembangunan, tentang debu polusi udaranya, tentang lelarian, tentang "min haitsu la yahtasib", dan tentu banyak tentang-tentang lainnya.
Aduhai, ingin rasanya mencicil cerita sambil memantapkan bahwa hal begini bukan sesuatu yang "lebay", karena tiap-tiap pribadi berbeda dalam memaknai sesuatu. Go!
No comments: