#Rahvayana 2
Sinta, meski namanya berubah menjadi Janaki atau Waidehi, namun Rahwana tetap mencintainya. Sebab, yang ia puja bukanlah nama, tapi zat yang kemudian dinamai Sinta, Waidehi, Janaki, atau siapapun.
Buku kedua dari Dwilogi Rahvayana masih berisikan surat-surat "aku" yang bernama Rahwana pada Sinta, pustakawati yang telah hidup sejak masa Mesir kuno. Melanjutkan cerita selepas bayi bernama "Sinta" diambil paksa oleh yang mengaku orang tuanya saat pagelaran Wayang yang digelar Rahwana di Dusun Akar Chakra.
Surat-surat Rahwana masih tentang ceritanya, rindunya pada Sinta, serta rencana pertunjukan keliling dunia Teater "Rahvayana" yang ia bikin dengan Sinta, teater yang kemudian berakhir di Taman Sriwedari.
Rahwana masih ditemani saudaranya: Amarah, Lawwamah, Muthmainnah, serta Supiah. Masih ada pula pengasuh keempatnya yang bernama Marmarti, serta para sahabat Rahwana: Napas, Tan Napas, Nupus, dan Tan Nupus. Tak ketinggalan para tukang sayur yang biasa berkeliling di Dusun Akar Chakra: Pak Plato, Pak Aristoteles, Pak Socrates, serta Pak Putu Descartes, obrolan tentang apakah ide mendahului realitas atau sebaliknya pun dibicarakan. Ah ya, keponakannya yang bernama Trijata pun masih muncul, eh ya Indrajit pun muncul, namanya sama dengan anak Rahwana di epos Ramayana.
Apakah kejadian ini terjadi di luar dunia diri Rahwana? Yang ia dan semua orang bersepakat bahwa semuanya ada. Atau ini terjadi di dalam dirinya? Di dunia yang ia ada-adakan?
Namun, rindu dan cinta Rahwana pada Sinta si pustakawati yang bersuami Pak Samudra ini bukan diada-adakan. Pak Samudra, lelaki buih itu. Tahukah? Suami Sinta pada epos Ramayana adalah Rama, titisan Wisnu selepas Parasurama. Jika Wisnu adalah samudra, maka Rama hanyalah buihnya. Eh namun, apakah buih mewakili samudra atau samudra mewakili buih?
Rahvayana sangat memanjakan imajinasi, surat-surat Rahwana begitu mengalir alami, ia tak menyerah meski Sinta jarang membalas suratnya. Melompat-lompat, pembicaraan mengenai ini-itu, kejadian-kejadian yang masuk ke lapis-lapis hati: shadrun, qalbu, fuad, syaqaf, lubbun, dan yang terdalam sirrun.
Rahvayana betul-betul tak sekadar surat-surat Rahwana pada Sinta...
Buku kedua dari Dwilogi Rahvayana masih berisikan surat-surat "aku" yang bernama Rahwana pada Sinta, pustakawati yang telah hidup sejak masa Mesir kuno. Melanjutkan cerita selepas bayi bernama "Sinta" diambil paksa oleh yang mengaku orang tuanya saat pagelaran Wayang yang digelar Rahwana di Dusun Akar Chakra.
Surat-surat Rahwana masih tentang ceritanya, rindunya pada Sinta, serta rencana pertunjukan keliling dunia Teater "Rahvayana" yang ia bikin dengan Sinta, teater yang kemudian berakhir di Taman Sriwedari.
Rahwana masih ditemani saudaranya: Amarah, Lawwamah, Muthmainnah, serta Supiah. Masih ada pula pengasuh keempatnya yang bernama Marmarti, serta para sahabat Rahwana: Napas, Tan Napas, Nupus, dan Tan Nupus. Tak ketinggalan para tukang sayur yang biasa berkeliling di Dusun Akar Chakra: Pak Plato, Pak Aristoteles, Pak Socrates, serta Pak Putu Descartes, obrolan tentang apakah ide mendahului realitas atau sebaliknya pun dibicarakan. Ah ya, keponakannya yang bernama Trijata pun masih muncul, eh ya Indrajit pun muncul, namanya sama dengan anak Rahwana di epos Ramayana.
Apakah kejadian ini terjadi di luar dunia diri Rahwana? Yang ia dan semua orang bersepakat bahwa semuanya ada. Atau ini terjadi di dalam dirinya? Di dunia yang ia ada-adakan?
Namun, rindu dan cinta Rahwana pada Sinta si pustakawati yang bersuami Pak Samudra ini bukan diada-adakan. Pak Samudra, lelaki buih itu. Tahukah? Suami Sinta pada epos Ramayana adalah Rama, titisan Wisnu selepas Parasurama. Jika Wisnu adalah samudra, maka Rama hanyalah buihnya. Eh namun, apakah buih mewakili samudra atau samudra mewakili buih?
Rahvayana sangat memanjakan imajinasi, surat-surat Rahwana begitu mengalir alami, ia tak menyerah meski Sinta jarang membalas suratnya. Melompat-lompat, pembicaraan mengenai ini-itu, kejadian-kejadian yang masuk ke lapis-lapis hati: shadrun, qalbu, fuad, syaqaf, lubbun, dan yang terdalam sirrun.
Rahvayana betul-betul tak sekadar surat-surat Rahwana pada Sinta...
No comments: