Memoar Murakami dan Maraton Saya
What I Talk About When I Talk About Running menempati peringkat yang tinggi di read list saya, selain karena saya berlari, juga karena sepengetahuan saya tidak banyak buku yang cukup populer yang membahas soal lari, di luar pembahasan yang ilmiah. Sebelumnya sulit menemukannya kecuali terjemahan ke dalam bahasa Inggris dengan harga yang cukup jauh lebih mahal dibanding dengan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, Saya lalu mendapatkan dan membacanya di momen yang sangat tepat, di masa persiapan menuju Maraton keempat saya akhir Juni 2025 ini, dan baru sempat saya tulis impesinya saat ini, kurang dua pekan sebelum hari perlombaan.
Buku ini adalah memoar perjalanan Haruki Murakami di dunia lari. Ia menceritakan berbagai proses yang dilalui dari awal mula memulai lari, latihan bertahap, momen penting, lalu hingga beberapa lomba yang ia lalui, di antaranya World Marathon Majors di New York dan Boston, lalu ultramaraton serta triatlon. Tak luput juga beberapa hasil lomba yang ia lakukan, meski tidak detail, namun beberapa kali ia menyelesaikan Marathon dalam waktu kurang dari empat jam. Momen penting juga diceritakan saat berlari di rute dari Athena menuju Marathon, rute terbalik alih-alih dari Marathon menuju Athena.
Seperti yang ia sebutkan dalam prakata, buku ini bukan soal ajakan untuk menjadi lebih sehat, tetapi kumpulan tulisannya tentang berlari dan makna baginya sebagai manusia. Tetapi, penceritaan itulah menarik dan mungkin akan terasa relevan bagi mereka yang berlari. Tentu saja, buku ini tidak hanya cocok untuk mereka yang berlari, tetapi juga untuk mereka yang ingin memahami arti penting berlari bagi para pelari.
Buku ini mengingatkan kembali bahwa lari adalah perjalanan yang sangat personal, maka perjalanan lari seseorang tidak untuk dibandingkan (kecuali tentu kamu adalah atlet yang harus mengukur di mana posisi kamu sekarang dibanding atlet lari lainnya) apalagi hingga dicaci maki terkait proses dan progresinya. Bagi seseorang, jarak lima kilo mungkin dinilai "hanya", tapi bagi sebagian lain jarak itu adalah "sudah", begitu pula di jarak-jarak seterusnya.
Ada yang bisa berlari dengan jarak setengah maraton setiap minggunya, tapi ada juga yang cukup bersusah payah menyelesaikan jarak yang sama setelah melalui proses latihan berbulan-bulan. Di semuanya itu adalah proses dan progresi personal. Lari bukan olahraga tim atau permainan, yang tentu harus lebih baik dari orang lain. Tetapi, bagi perlari rekreasional, nilai perjalanan personal lari inilah yang jauh lebih besar dibanding hasil saat lomba -dan bahkan tidak ada juga yang mewajibkan pelari mengikuti lomba lari manapun!
Cerita Murakami di buku ini terjadi sebelum masa running watch, atau pun supershoe eksis di dunia lari yang menunjukkan lari bukan terkait berbagai teknologi itu, tetapi terkait diri sendiri, kekuatan fisik dan mental dalam menghadapi kilometer demi kilometer yang dilalui. Maka membacanya menjadi angin segar di saat sekarang ini topik hangat soal lari begitu jauh dari yang seharusnya, jauh dari lari yang semestinya membawa kesenangan dan kebahagiaan, tapi malah soal pace lari harus segini, detak jantung harus sekian, pakaian lari harus yang begini, dan berbagai macam hal yang menyedihkan untuk dipikirkan.
Lari semestinya perjalanan personal, yang manfaatnya pun terasa sangat personal yang tak hanya ada proses atau progresi terkait fisik, namun juga psikis. Saya yakin bagi sebagian besar pelari, manfaat psikis yang didapat sama besarnya dengan fisik, ada kebahagiaan, ada kepuasan, ada perbaikan mental setelahnya, ada momen "berbicara secara jujur dengan diri sendiri" selama berlari, atau momen refleksi. Masalahmu memang tidak selesai dengan berlari, namun setidaknya ia memberikan momen untuk berpikir dan merenung, lalu mengurai masalah, merajut kemungkinan-kemungkinan pemecahannya yang kemudian kamu lakukan setelah berlari.
Tidak, ini tidak sedang melebih-lebihkan. Tahun ini adalah tahun kesembilan saya dalam berlari, dan memang itulah adanya. Seperti yang Murakami tulis, lari dengan segala baik-buruknya memiliki andil dalam menjadikan dirinya sekarang.
***
"Kamu tidak akan bisa menyelesaikan sebuah maraton jika hanya melakukannya setengah hati"
Ada kaitan kuat antara buku ini dengan proses saya menuju maraton keempat ini. Latihan untuk maraton tidak pernah mudah, begitu pun yang dilalui Murakami, belum lagi kegagalannya di triatlon, atau "menjadikan dirinya sekadar mesin berlari" kala berlari di ultramaraton, semuanya ada kaitan dengan proses saya secara pribadi. Displin berlatih, memilih mana kegiatan yang bisa dilakukan, menentukan jam tidur, dan lain sebagainya.
Saya tidak seratus persen yakin saya akan seratus persen tenang saat nanti satu hari menjelang Maraton, namun seperti yang Murakami katakan, "Ini hanya sebuah Maraton" dan "Hal yang bisa kamu lakukan sekarang hanyalah menunggu datangnya lomba ini". Hari lomba memang hari besar yang patut dirayakan, sebuah perayaan atas kerja keras selama latihan, maka seyogyanya ia dinikmati dengan riang gembira, meski bisa jadi kita merasakan sakit, namun mantra pelari yang disebut-sebut dibuku ini jelas, "Rasa sakit itu pasti. Penderitaan adalah pilihan", terlebih proses berlari dan latihan akan membentuk diri kita untuk "Comfortable with being uncomfortable".
***
Saya tersentuh betul dengan tulisan Murakami di bagian-bagian akhir buku, bahwa andaikan kehidupan berlari ini jika dilihat dari luar, di satu titik yang tinggi, tampak tidak berguna, tak bermanfaat, atau bahkan buang-buang waktu, kami tak peduli. Bahkan ia berkata "...dan kuharap ini akan tetap menjadi bagian dari hidupku selama mungkin. Aku akan bahagia jika aku dan lari dapat menua bersama."
Demikian.